Secara sederhana, seni rupa adalah ungkapan ide atau perasaan yang estetis
dan bermakna dari pembuatnya yang diwujudkan melalui media rupa yang bisa
ditangka dan dirasakan dengan rabaan. Perwujuda ini merupakan hasil pengolahan
konsep titik, garis, bidang, bentuk, warna, tekstur, dan gelap terang yang
ditata dengan prinsip-prinsip tertentu.
Berdasarkan dimensinya, karya seni rupa dibagi dua, yaitu karya seni rupa
dua dimensi yang mempunyai dua ukuran dan karya seni rupa tiga dimensi yang
mempunyai tiga ukuran atau memiliki ruang.
Berdasarkan fungsinya, karya seni rupa ada yang dibuat dengan pertimbangan
utama untuk memenuhi fungsi praktis atau terapan (applied art), dan ada juga
yang dibuat dengan tujuan untuk dinikmati keindahan dan keunikannya saja tanpa
mempertimbangkan fungsi praktisnya. Karya seni rupa dengan kategori ini disebut
karya seni rupa murni.
Gambar, lukisan, dikategorikan sebagai hasil karya seni rupa dua dimensi.
Disebut dua dimensi karena mempunyai ukuran panjang, lebar dan hanya dinikmati
dengan satu arah pandangan, yaitu dari arah depan atau sejajar dengan bidang
datar.
Istilah “SENI KERAMIK” bukan istilah yang asing bagi kebanyakan
orang di Indonesia. Namun, mendengar istilah tersebut barangkali orang awam
akan teringat pada benda-benda keramik kerajinan tangan (handicraft) atau
barang-barang keramik dekoratif. Pengertian “seni” dalam istilah “seni keramik”
memang bisa mengacu pada pengertian seni yang luas, yaitu “keindahan” dan
“ketrampilan”. Dengan kata lain “seni keramik” yang dimaksud merujuk pada
barang-barang keramik hias dan kerajinan, atau yang kerap dikategorikan sebagai
”seni-kerajinan”. Sedangkan seni keramik dalam konteks seni rupa masa kini
(=kontemporer) lebih merujuk pada karya seni kreasi seniman—umumnya lulusan
perguruan tinggi seni rupa—menggunakan bahan keramik. Dalam kontek
penyelenggaraan Jakarta Contemporary Ceramic Biennale, maka yang dikategorikan
sebagai seni keramik adalah karya-karya bebas (non fungsional) yang mengacu
pada paradigma seni rupa modern dan/atau seni rupa kontemporer. Judul utama
Jakarta Contemporary Ceramic Biennale hendak menegaskan upaya menempatkan
perkembangan seni keramik dalam bingkai seni rupa kontemporer.
Di satu sisi, barang keramik—seperti kerajinan-tangan, hiasan, wadah, perangkat makan-minum, ubin, saniter—sangat populer dalam keseharian masyarakat, namun di sisi lain, hal itu seolah menuntup keberadaan seni keramik kontemporer dalam medan seni rupa di Indonesia. Harus diakui tak mudah mengurung ruang lingkup dan batasan seni keramik kontemporer. Istilah kontemporer tentu saja mengandung pengertian temporal, yaitu semasa dengan kita, atau singkatnya saat ini. Maka seni keramik kontemporer, adalah seni keramik masa kini, yaitu seni keramik dalam perkembangannya yang paling mutahir. Namun, apakah pengertian dan bagaimana wajah seni keramik dalam perkembangan mutahirnya? Tak mudah menetapkan batasan dan pilihan seniman dalam konteks seni keramik kontemporer, karena hal ini akan berkait dengan dua hal, yaitu warisan tradisi seni keramik, dan pengaruh seni rupa kontemporer. Masing-masing wilayah berangkat—tepatnya: dikonstruksikan—dari konteks yang berbeda dan saat ini, khususnya di negara maju, memiliki infrastruktur dan paradigma yang berbeda. Warisan tradisi seni keramik yang dimaksud mengacu pada tradisi seni keramik dalam konteks ceramic art di Barat, baik itu sejarah, pengertian dan paradigmanya, yang pengaruhnya menyebar ke penjuru dunia—seperti juga seni rupa modern dan kontemporer Barat.
Bukannya, tanpa alasan bahwa pengertian seni keramik atau ceramic art beresiko merujuk pada barang-barang handicraft dan dekoratif. Hal ini berkaitan dengan perjalanan seni keramik di Barat yang secara genealogi berasal dari wilayah low-art, yaitu kategori craft. Hal itu juga berimbas ke Indonesia. Karena itu ada baiknya kita coba tengok perjalanan dan situasi seni keramik kontemporer di Barat, juga dalam relasinya dengan seni rupa kontemporer di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar